Peternakan ayam buras, baik di
Indonesia secara umum maupun di sulawesi selatan pada khususnya masih bertumpu
pada peternakan rakyat skala kecil, sehingga eksistensi ternak tersebut
mempunyai arti yang cukup strategis bagi pertumbuhan perekonomian di pedesaan.
Karena itu ayam buras menjadi bagian integral dalam system usaha tani karena
produksinya dapat langsung dimanfaatkan petani baik sebagai bahan pangan maupun
untuk di jual untuk menambah pendapatan keluarga.
Ayam Kalosi adalah jenis ayam
lokal yang dikembangkan di Indonesia sekitar tahun 1990-an oleh Pemerintah
Sulawesi Selatan untuk meningkatkan kualitas genetik dan produktifitas ayam
lokal yang dikata pemerintah kondisinya kurang dilestarikan dan ditakutkan
menghilang dan punah.
Ayam kalosi yang dikembangkan
oleh pemerintah Sulawesi, tepatnya Gubernur Sulawesi Selatan kala itu (HZB
Palaguna) terdiri atas 3 jenis, yaitu: Kalosi Lotong (hitam), Kalosi Pute
(putih) dan Karame Pute (Wido-Putih). Kadang ayam ini juga disebut ayam
gubernur oleh kalangan tertentu.
Uniknya, pengembangan ayam kalosi
melibatkan ayam Kampung, Arab Silver, Bangkok, Kedu Hitam, Leghorn Putih dan
lain-lain yang memiliki sifat sifat khusus sehingga pembentukan strain ayam
Kalosi ini tergolong rumit. Ditambah, persilangan ayam lokal dengan import
seperti Bangkok leghorn dan ayam arab.
Ciri ciri ayam Kalosi
· Warna Bulu hitam polos, putih polos dan cokelat
kombinasi ayam janta mempunyai bulu leher berwarna keemasan atau keprakan.
Warna paruh hitam. Warna kaki hitam atau putih. Jengger tungal dengan warna
merah atau kehitaman
·
Lokasi Sulawesi Selatan
·
Fungsi petelur dan pedaging. Bobot ayam jantan
dewasa 1,5 – 2,2 Kg/ekor. Sedangkan bobot betina 1,2 – 2,1 Kg/ekor
· Keunggulan produksi telur 140 butir/ekor/tahu
dengan bobot 45 g/butir. Mulai bertelur umur 6,5 Bulan
(Sumber : Pusat perpustakaan dan
penyebaran tekhnologi pertanian)